Banyaknya keberhasilan dan hal-hal indah terpampang di media sosial, blog dan internet, kami berniat membuat CV KEGAGALAN di blog ini.. This is our first entry.. selebihnya nanti bisa dilihat di kategori “Our Failure” di blog kami ini.
Sekitar bulan April lalu Kakak gagal seleksi pameran seni di Galeri Nasional. Sebetulnya dari awal homeschooling saya tidak terlalu menekankan hal-hal yang berbau lomba, namun kalau ada kesempatan dan menurut kami feasible ya sudah boleh deh coba. Jadi lah Kakak berusaha menyelesaikan proyek seni miliknya dengan media keramik.
Selama kurang lebih satu bulan Kakak fokus mengerjakan karya untuk dimasukan ke seleksi pameran dibantu mentor seni Kakak yaitu Kak Zulfa. Namun apa daya, karya yang Kakak beri judul “11 Anak Main di Rumah” tidak lolos seleksi para juri. Padahal saya tahu dia sudah kepengen banget karyanya dipamerkan agar katanya orang-orang bisa baca pesan yang mau disampaikan. Lalu saya tanya ke Kakak “How do you feel ?”, dia jawab “hmm..biasa aja, Elon Musk juga awal-awal gagal terus kan mah”. Lalu dia analisa juga karyanya kurang ini itu dan mungkin style dia agak aneh katanya hehe.
Seringkali kami ditanya “Anak homeschooling belajarnya gimana sih ?” . Jawabannya, kadang kami belajar juga dari kegagalan. Kegagalan bukan sesuatu yang memalukan, kegagalan harus jadi sesuatu yang biasa aja, karena satu hal yang pasti, semua orang pasti pernah gagal, pernah jatuh, entah dalam bentuk apa. Yang membedakan adalah bagaimana menyikapinya, kadang sulit, kadang mudah. Menempa pribadi yang pandai menyikapi kegagalan itu lah yang menjadi tantangan pendidikan di keluarga kami. Karena jujur saja, sebagai orang tua, kadang kami pun lengah dan bisa hanyut dalam kegagalan. Homeschooling ini lah yang akhirnya membuat kami sebagai orang tua bisa ikut bertumbuh dan belajar bersama anak, bukan sekedar akademis namun lebih ke beragam filosofi kehidupan. Seperti pengalaman ini yang membawa kami pada pelajaran berharga bahwa kompetisi sesungguhnya adalah melawan your own demon. Menurut Carol Dweck di bukunya yang terkenal “Mindset”, jika berhasil pun pujilah seorang anak atas usahanya bukan kemenangannya atau bakatnya. Ada benarnya juga menurut saya, karena di dalam usaha itu lah timbul kompetisi sesungguhnya, pergulatan antara si baby brain dan adult brain. Suatu hari saya akan bahas juga soal Growth mindset ini yang jadi salah satu landasan filosofi homeschooling kami.
Sekarang kita intip dulu karya Kakak yang gagal masuk seleksi pameran. Judul dan sinopsisnya berikut ini seperti yang ditulis sendiri oleh Kakak :
11 Anak Main di Rumah
Pada suatu hari di pulau kecil ada 11 anak yang suka bermain, anak pertama suka belajar. Si kembar tiga senang main bayi-bayian lalu si kembar empat suka sekali berenang dan mencari kerang, mereka mempunyai sifat mandiri. Tiga anak lainnya senang mengumpulkan ranting dan daun kering untuk dijadikan boneka. Selain itu 11 anak ini senang mendaki gunung.
Setelah semua anak mendaki gunung mereka bermain bola di puncak, setelah selesai mereka semua turun dari gunung. Mereka tidak pernah sombong walaupun mainannya sangat banyak, semua mainan tidak ada yang dibeli, semuanya mereka bikin sendiri. Kadang mereka bermain di sumur, saling membantu mengambil air. Air tersebut digunakan untuk memasak mie, telur dan kerang yang mereka tangkap di laut.
Suatu hari mereka menyelam ke laut dan melihat ”Batu karang semakin rusak!” kata kakak terbesar. Mereka mengambil plastik di lautan yang berantakan “TIdak! Tempat tinggal kami semakin rusak, ikan-ikan semakin sedikit” kata kakak kedua. Melihat hal itu mereka berjanji tidak akan merusak lingkungan di laut.
Medium/ teknik : Mix media. Keramik, kayu, kawat besi
Ukuran (p x l x t) : 35 x 35 x 35 cm dan 38 x 48 x 58 cm
Tahun : 2019