Tanyakan Ini Sebelum Memulai Homeschooling

Memilih untuk tidak menyekolahkan anak berujung pada banyaknya pertanyaan melayang ke kami. Mulai dari pertanyaan alasannya kenapa, sampai hal-hal teknis dan filosofis. Tentunya kami dengan senang hati menjawab, bahkan tak jarang akhirnya ada beberapa yang tadinya sekedar tanya jadi ikutan tidak menyekolahkan anaknya. 

Sekarang, gantian deh saya yang tanya ke teman-teman beberapa pertanyaan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang saya renungkan terus sampai sekarang, juga pada saat saya memutuskan untuk homeschooling. 

Pertanyaan pertama.

Belajar untuk apa ?

Saat kita tertarik terhadap sesuatu lalu berusaha untuk menyelami sesuatu itu dengan memelajarinya, pernahkah kita bertanya ini semua untuk apa ? Pastinya bukan untuk meraih nilai, mendapat pujian atau sekedar diterima di sekolah favorit. Ada hal lain yang lebih besar dari semua itu, kalau mau besar banget misalnya untuk menjalani perintah Tuhan. Ada lagi untuk menjadi pribadi insan kamil, magnanimous atau agar berguna bagi orang lain. Apakah untuk tujuan-tujuan itu atau tujuan lain yang ada di pikiran Anda, bisa dicapai hanya melalui jalur sekolah ?!. Apakah tidak ada cara lain ?, pilihan lain ?.

Pertanyaan Kedua

Apakah belajar hanya bisa dilakukan di sekolah ? 

Saat dunia sudah semakin tanpa batas, ditambah geliat demokrasi media, apakah sekolah satu-satunya tempat untuk belajar ? .  Dengan akses internet super canggih, anak-anak bisa belajar langsung dari ahlinya dengan berbagai platform MOOC atau Youtube, Outschool dan sebagainya yang bertebaran baik di dalam maupun luar negeri. 

Oh tapi di tempat saya akses internet minim, gimana dong ?. Bukankah pergi berkebun, menyemai bibit sayur lalu hasilnya menjadi pangan keluarga atau tetangga sekitar itu juga belajar ?

Intinya banyak cara untuk belajar, banyak hal yang bisa kita pelajari. Semuanya ada di dekat kita dan menunggu untuk ditemukan oleh anak-anak. Jika melihat ke sekeliling, kira-kira ada apa saja yang menanti untuk Anda pelajari ?

Pertanyaan ketiga

Apa tujuan pendidikan ?

Sejenak mengambil jeda untuk mencoba menjawab pertanyaan ini. Untuk apa ya pendidikan itu ?. Lalu, apakah jalan yang saya tempuh atau alat yang digunakan sudah pas menuju tujuan tersebut ? 

Kalau teman-teman menemukan jawaban-jawaban lain dari ketiga pertanyaan ini, silakan tulis di kolom komentar ya. Atau mungkin ada pertanyaan lain ? monggo. Sampai ketemu lagi di tulisan berikutnya. 

Advertisement

Bersama CM Sejauh Ini

Tidak terasa diskusi buku Volume 6 “A Philosophy of Education” sudah memasuki pekan ke-15, walaupun saya sudah melewati masa-masa diskusi bab awal Volume 6 pada awal 2019 lalu, namun aura kegalauannya masih juga terasa. Seakan diskusi ulangan ini menjadi semacam pengingat atas filosofi CM yang menjadi landasan bagi praktek kurikulum CM pada homeschooling kami. 

Mind to Mind

karenglass.net

Kembali pertanyaan itu hadir, apa hakikat pengetahuan ? , saya yang sedang berjalan menyusuri rimba homeschooling langsung berhenti sesaat, menarik nafas dan mencoba mencari-cari jawabannya. 

“Pengetahuan itu hakikatnya apa? Berabad-abad para cendekiawan berpikir tentang itu dan belum berhasil menjawabnya! Namun barangkali yang perlu kita ketahui adalah bahwa satu-satunya pengetahuan yang seseorang punya adalah yang ia serap ketika budinya secara aktif mencernanya. “

Vol 6 Halaman 12

Bagaimana budi mencerna aktif pengetahuan ? CM tidak bosan mengingatkan pendidik untuk berpegangan pada ide-ide hidup. Hanya dari ide hidup itulah pikiran bisa berkelana sibuk memuaskan dahaga rasa ingin tahu. Lalu dari mana ide hidup itu kita dapatkan ? jika memungkinkan ide hidup bisa didapat dengan berinteraksi langsung dengan mereka yang piawai dalam suatu bidang seperti Raja Nero belajar privat dengan Seneca. Namun, kesempatan seperti itu tentu langka dan tidak bisa menjadi milik siapa saja. Oleh karena itu CM menawarkan buku-buku hidup sebagai sarana pertemuan antara pemikiran dan pemikiran, mind to mind begitu istilah kerennya.

Prinsip inilah yang masih terus kami pegang sebagai landasan praktek kurikulum CM di sekolah rumah kami, prakteknya tentu tidak semudah dan seindah teori. Memberi asupan buku-buku hidup pada anak di tengah gempuran era digital ini sungguh tidak mudah Jenderal !!. Sebagai seorang pembaca buku, memberikan atmosfer saja tidak cukup, kurang rasanya hanya membiarkan anak melihat saya membolak-balik lembaran buku macam orang bener. Disiplin dan pembentukan kebiasaan merupakan tantangan tersendiri, saban hari membaca buku perlahan, mengunyahnya sedikit demi sedikit dibutuhkan kesabaran tinggi. Inilah mungkin ada benarnya jika CM berkata bahwa “Pendidikan adalah pelayan bagi agama”. Bukan tubuh tapi jiwalah yang dilayani oleh pendidikan, sehingga upaya untuk mencapai tujuan pendidikan adalah melalui kekuatan iman.

Tolak Ukur

onlinetrophies.co.uk

Lalu kalau iman, jiwa, spiritual, hantu dan semua yang tidak kasat mata menjadi landasan pendidikan, apa dong tolak ukurnya. Siapa yang bisa menilai tingkat keimanan seseorang secara objektif atau menilai budi anak bekerja setelah mendapat asupan ide. Pertanyaan ini tidak hanya pernah hadir dalam benak saya tapi juga sering muncul pada beragam diskusi dan workshop CM, netizen butuh bukti, butuh sesuatu entah untuk dipajang di lemari atau sosial media. Bisa jadi pertanyaan seperti ini ada akibat kusamnya pola pikir kita setelah sekian lama born and raised di bawah bayangan sistem pendidikan bawaan revolusi industri. Pendidikan itu ya sekolah, diukur melalui tes dan berhasil jika ijazah sudah di tangan. Saking mendarah dagingnya pola pikir ini sampai-sampai kita lalai dengan alternatif lain.

Kita mungkin lupa pada tokoh Dark Phoenix dalam film X-Men yang menjadi mutan terkuat dengan kekuatan telephatic membaca dan mengendalikan pikiran. Tokoh fiksi itu mengingatkan kita bahwa kekuatan terbesar manusia adalah pikiran, kita lupa untuk selalu kembali ke pikiran dan tak lelah menatanya hingga mampu adil sejak dalam pikiran seperti kata Pram. Dengan kekuatan super itu mungkin kita bisa terus menerus berefleksi, mengakui kegagalan dan mensyukuri kemenangan. Oleh sebab itu pada metode pendidikan CM tidak ada suatu praktek yang pasti, tidak ada juga tawaran menghamba pada suatu titik esktrem. Anak boleh jadi merdeka, born persons namun anak juga harus memiliki ketaatan pada prinsip.

Godaan Idealisme Tinggi

darksidetoy.com

Membaca lembar demi lembar segala materi CM, membuat jiwa lemahku bergejolak. Bagaimana tidak, CM mematok target tinggi pendidikan bagi anak melebihi passing grade SMA 1 Bogor ( Sekolah saya ini ). Tidak jarang jiwa lemah ini terintimidasi dengan idealisme tinggi nan lurus, manis, baca buku, anti-game, anti-sosmed. Sampai akhirnya jiwa ini lelah (sudah lemah, lelah pula) lalu memilih untuk kembali menata ulang pikiran sendiri. Tujuan boleh tinggi, prakteknya pelan dan resapi beragam pemandangan yang ada.

Dalam praktek metode CM, buku hidup adalah sesajen, namun jika ide hidup didapat dari buku-buku hidup, apakah lantas anak tidak boleh mengkonsumsi film ? video musik ? . Karen Andreola pernah menyatakan kebanggaan dalam bukunya  A Charlotte Mason Companion bahwa anaknya tidak tahu Michelangelo adalah salah satu anggota Kura-Kura Ninja, di benak anak Mbak Karen Michelangelo adalah seniman era Renaissance. Bagi saya pribadi, memangnya apa yang salah dengan mengetahui budaya pop ?. Jika diminta memilih membaca Marcus Aurelius atau menyaksikan The Dark Knight, nature walk atau nonton Chelsea vs Manchester City rasanya saya tidak bisa. Dari semuanya itu ada relasi, kitanya saja yang mungkin kadang menemukan, kadang tidak. Bukankah dunia ini sendiri sudah fitrahnya beragam ? kembalikan saja semuanya pada prinsip paling dasar, bahwa pendidikan adalah tangan kanan agama. Dengan agama sebagai prinsip dasar, anggap saja Tuhan ada di mana-mana dan sedang berbicara pada kita melalui segala ciptaanNya.

@cmidjakarta

Podcast Buat Apa Sekolah : FAQ Homeschooling

Memilih jalur pendidikan yang tidak mainstream tentunya mengundang berbagai pertanyaan. Mulai dari pertanyaan masuk akal sampai pertanyaan yang seharusnya ditanyakan ke Google atau Siri, misalnya “3×5 berapa Gwen ?” “Kamu udah belajar perkalian ?” “Siapa Nabi yang ketiga ?.” Percayalah bahwa pertanyaan seperti ini datang tidak hanya dari anak-anak tapi juga dari orang dewasa. Namun, bukan pertanyaan itu yang akan kami bahas di Podcast kami kali ini.

Di episode ini kami akan membahas pertanyaan-pertanyaan seperti “Homeschooling-nya di mana ?” “Gurunya siapa ?” “Temennya sedikit dong” dan beberapa pertanyaan lain yang sering ditanyakan ke homeschooler. Tentunya bukan saya yang akan menjawab melainkan langsung dari si Kakak nih yang merupakan subjek dari homeschooling ini. Siapa tahu petanyaan-pertanyaan ini berguna untuk kamu yang sedang menimbang untuk homeschooling, fyi aja kalau kami tidak baperan kok kalau pertanyaan ini diulang-ulang dan ditanyakan terus kepada kami hehe. We are happy to answer 🙂 . Tapi kalau males nanya dan ingin tahu jawabannya langsung aja cek Podcast BUAT APA SEKOLAH episode 3.

Buat Apa Sekolah Episode 4 – Ujian Kenaikan Kelas Anak Homeschooling Buat Apa Sekolah

Pernah ada yang tanya, anak homeschooling ujian kenaikan kelasnya kayak gimana sih ? Jawabannya suka-suka orangtua aja hahaha. Mau ujian tertulis, mau lisan, mau bikin proyek bahkan mau gak ada ujian apa-apa juga bisa. Nah, di keluarga kami yang menggunakan metode Charlotte Mason setiap akhir semester ada ujian tertulis, namun menutup tahun ajaran ini kami sedikit improvisasi dengan membuat ujian lisan di podcast. Ada Gwen yang akan menarasikan tiga buku yang ia gunakan selama satu tahun. Sebenarnya ada lebih dari tiga buku yang kami gunakan namun karena keterbatasan durasi jumlah buku pun kami pangkas. Berikut minute by minute episode 4 3.00 Narasi John Muir, Kehidupanku Bersama Alam karya Joseph Cornell 6.25 Narasi Kepulauan Nusantara karya Alfred Rusell Wallace 9.46 Narasi Muhammad karya Martin Lings dan 365 Hari bersama Nabi Muhammad SAW karya Nurdan Damla 15.18 Review Masterly Inactivity tahun ini 17.03 Masterly Inactivity with animals 19.58 Masterly Inactivity dengan membuat event kolaborasi dari anak dan untuk anak di @mindblowinletter
  1. Buat Apa Sekolah Episode 4 – Ujian Kenaikan Kelas Anak Homeschooling
  2. Buat Apa Sekolah Episode 3 – Pertanyaan Yang Paling Sering Ditanyakan ke Homeschooler
  3. Podcast Buat Apa Sekolah? (Do We Need School? Podcast) ENG Version
  4. Buat Apa Sekolah Episode 2 – Buku Sebagai Jimat Homeschooling
  5. Buat Apa Sekolah Episode 1 – Keluar Dari Sekolah

Homeschooling Sosialisasinya Bagaimana ?

Salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan pada saya sebagai praktisi homeschooling adalah “Sosialisasinya gimana ?”. Sebenarnya saya bingung kenapa pertanyaan ini lebih sering diutarakan pada mereka yang memilih tidak menyekolahkan anak-anaknya. Padahal pertanyaan yang sama juga layak ditanyakan pada mereka yang bersekolah di sekolah formal. Saya sendiri lebih senang menjawab pertanyaan ini dari sisi kualitas bukan kuantitas. Artinya ketika bicara kuantitas atau seberapa banyak jumlah teman yang dimiliki seorang anak,  oh my..please talk to my Facebook friends list hehe. Di era demokrasi media seperti sekarang ini saya rasa mencari teman bukanlah hal yang sulit, di samping rumah, di sosial media, anak-anak teman, di komunitas, di tempat kursus dlsb yang intinya sekolah bukan satu-satunya tempat untuk mencari teman. Oleh karena itu saya lebih tertarilk melihat sosialisasi lebih ke sisi kualitas. Satu hal yang sebenarnya perlu direnungkan bukan hanya oleh ortu homeschooler tapi juga ortu anak-anak sekolah formal.  

Continue reading “Homeschooling Sosialisasinya Bagaimana ?”

Kelas Malaika Bermain Untuk Hewan

Pada awal bulan Juli, Malaika Bermain mengadakan Kelas Malaika Bermain untuk Hewan. Ide mengadakan kelas ini sepenuhnya berasal dari Kakak yang ingin berbagi bersama teman-temannya tentang dunia yang ia minati yaitu dunia hewan. Bersama seorang teman, Kakak membuat kelas di Zoom tentang edukasi dan perawatan kucing. Hasil pendapatan dari kelas ini 100% didonasikan untuk animal shelter.

Animal Shelter yang akhirnya dipilih adalah Pejaten Shelter milik dr. Susanna Somali SpPk. Sudah sejak lama Kakak mengikuti akun Instagram Pejaten Shelter dan ingin pergi ke sana dan melakukan sesuatu untuk hewan-hewan di sana. Alhamdulillah dari Kelas Malaika Bermain terkumpul 880.000 rupiah yang digunakan untuk membeli 40 KG makanan anjing dan kucing. Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mengikuti kelasnya dan berdonasi.

Tunggu Kelas Malaika Bermain Untuk Hewan selanjutnya yaa, pastinya akan membahas tentang hewan. Bagi yang belum sempat ikutan, bisa cek cuplikan video-nya di kanal Youtube Malaika Bermain berikut ini

Petualangan Bersama Sastra Anak

Mencari karya sastra Indonesia yang dikhususkan untuk anak itu ternyata cukup menantang. Riris K Toha-Sarumpaet dalam Pedoman Penelitian Sastra Anak memaparkan penelitiannya pada 40 bacaan anak realistik yang terbit pada tahun 1991-1993. Ditemukan bahwa dalam beragam bacaan anak tersebut alur yang disampaikan adalah alur tunggal, tanpa tegangan sehingga akhir cerita mudah ditebak. Dari segi penokohan para tokoh digambarkan bahwa Ayah adalah sosok kuat, ibu lemah lembut dan anak-anak hanya sebagai pelengkap. Selain itu karena dianggap membawa misi yang kompleks antara psikologi dan pedagogi, tokoh-tokoh anak dibuat tidak berdaya, hanya sebagai pelampiasan kebutuhan bertutur orang tua. Pendeknya bacaan anak cenderung dumbing down to kids. Bacaan anak menganggap anak-anak itu bodoh, harus dijejali nasihat bulat-bulat antara mana yang baik dan mana yang buruk.

Continue reading “Petualangan Bersama Sastra Anak”

Podcast Buat Apa Sekolah : Keluar Dari Sekolah

20200201_104607

Awal tahun 2020 saya buka dengan membaca dua buku tentang parenting di dunia digital, Born Digital dan Raising Humans In A Digital World. Ada tiga hal besar yang saya tangkap dari kedua buku tersebut. Pertama adalah soal pembentukan identitas anak muda di dunia online, kedua tentang pentingnya kematangan pendidikan moral sebelum terjun ke dunia online dan ketiga adalah sebuah pengingat untuk lebih banyak berkarya ketimbang menjadi penonton di dunia online.

Continue reading “Podcast Buat Apa Sekolah : Keluar Dari Sekolah”

Ada Apa Di Sekitar Rumah ? (Bagian 2)

Sampai juga di Tantangan terakhir Eksplorasi Online bersama Jaladwara Wisata Arkeologi, Rumah Inspirasi dan TB. Garasi. Berikut jurnal blog yang berisi rangkuman dan refleksi Kakak selama menjalani tantangan.

 

Eksplorasi Online Tidak Begitu Mudah

oleh : Kakak Malaika

Selama Eksplorasi Online ini aku merasa senang karena aku sudah menyelesaikan tantangan ini, tapi tantangan ini semuanya tidak mudah. Saat ke rumah Pak RT dan RW aku jadi tahu perasaan bahwa jadi RT, RW tidak mudah. Berkat tantangan ini aku jadi bangga dan percaya diri.

Continue reading “Ada Apa Di Sekitar Rumah ? (Bagian 2)”

Ada Apa Di Sekitar Rumah ? (Bagian 1)

Selamat Datang di Tantangan 2 !!

Tantangan 1 Melacak Warisan Jepang sudah selesai dan alhamdulillah sudah disubmit, berikutnya kami siap mengerjakan Tantangan 2. Pada Tantangan 2 ini goal-nya adalah menggali kisah dari keunikan yang ada di sekitar rumah. Wahh awalnya saya ngebayanginnya aja langsung pesimis karena “Ada apaan deh di pinggiran Depok ini, keluar rumah aja langsung jalan raya dan ketemu macet” hahaha . Namun, saya percaya aja sama Kakak, karena biasanya dia suka dapet aja ide.

Continue reading “Ada Apa Di Sekitar Rumah ? (Bagian 1)”

Bertumbuh Bersama Tantangan Melacak Warisan Jepang

Selesai sudah Tantangan Melacak Warisan Jepang dari Jaladwara Wisata Arkeologi, Rumah Inspirasi dan Garasi. Total ada lima output yang dihasilkan dari Tantangan 1, yaitu Kunjungan ke RT, Kunjungan ke RW, Kunjungan ke Kelurahan, Kunjungan ke Kecamatan dan Denah

Continue reading “Bertumbuh Bersama Tantangan Melacak Warisan Jepang”